Looking from the 'Kepo' eyes

Looking from the 'Kepo' eyes
the model is not me, i'm just the photographer of the photographer :)

Kamis, 27 Mei 2010

Aku=Sensasi




“Apakah memang Dewi Persik sengaja selalu membuat sensasi untuk mendongkrak popularitasnya?”

Tadi pagi begitu ungkapannya ketika infotainment wara-wiri di pagi hari menemani waktu beberes saya sebelum pergi beraktivitas. Pertanyaan retoris yang diucapkan oleh si pembawa acara tidak pelak membuat saya menengok sebentar. Oh lagi-lagi dia membuat berita, kali ini soal kawin siri nya. Tapi terlepas dari beritanya tidak terlalu penting sebenarnya, tapi saya lebih tertarik dengan satu kata menyolok yang disebutkan oleh si pembawa acara, sensasi.
Kalau dilihat dari artinya, banyak sekali arti sensasi itu, kebanyakan ada yang berkaitan dengan reaksi fisiologis, tapi untuk konteks ini coba saya ambil dari definisi terdekat dengan cerita si goyang gergaji diatas.

A cause of such feeling or interest (www.dictionary.com). Atau dengan kata lain, penyebab sebuah perasaan atau ketertarikan. Sudah barang pasti sensasi yang disebutkan mengenai Dewi Persik bisa dikategorikan penyebab sebuah perasaan atau ketertarikan (setidak-tidaknya bisa membuat saya menengok ke arah TV sebentar ketika sedang mengeringkan rambut :P). Tapi kalau dilihat-lihat lagi, soal sensasi ini jadi membuat saya berpikir lebih dalam, kenapa ya manusia yang membuat sensasi bisa menjadi populer? Kalau memang begitu, kita semua butuh menjadi sensasi, setidaknya sebagai pengakuan diri bahwa kita itu ‘ada’.

Kalau dipikir-pikir sepanjang hidup, teman-teman saya memang tidak ada yang lepas dari sensasi. Dari jaman SD pun waktu itu ada teman yang bikin sensasi dengan pacaran sama orang SMA (sekarang saya baru sadar kalau itu bisa dibilang Pedofilia, dulu sih kelihatannya keren banget tuh si Joan, sepertinya dewasa banget bisa ditaksir anak SMA). Hasilnya tentu saja, si Joan jadi menaikkan kelasnya di antara teman-teman SD menjadi ‘high quality jomblo’, menggeser normatif sedikit bahwa anak SD fokusnya bukan hanya bermain saja, tapi sudah boleh mulai pacaran. Toh dia berhasil membuat image baru minimal bagi teman-teman dekatnya, tak pelik salah satu teman peers nya, Dian, langsung ikutan mendaftarkan diri dalam perlombaan model catwalk setelah melihat Joan memamerkan foto2 pose nakal dengan lipstick merah dan gaun hitamnya, persis seperti model sungguhan (bukan murid SD).

Waktu SMA lain lagi, entah kenapa bandel itu bisa membuat seseorang sangat populer, dan yang lebih membingungkan lagi, perilakunya ditiru oleh teman-temannya, yang labelnya seharusnya alim. Sebut saja si Leony, cantik memang, wajahnya oriental dengan tubuh langsing. Bertemannya dengan geng (you know who they are…) yang kontroversial, merokok sembunyi-sembunyi, pulang sekolah langsung kelayapan, madol dari sekolah. Terakhir terdengar kabar bahwa dalam 1 bulan, absent kehadiran di kelasnya hanya sampai pada angka 10 hari! Sisanya tentu saja dihabiskan dengan madol dari sekolah, pagi-pagi ceritanya sarapan di tukang bubur Abang Iman, setelah bel sekolah berbunyi, tentu saja bukannya masuk ke kelas, tapi tancap gas masuk ke school of sociality, the malls. Tapi toh gayanya itu tetap saja ditiru, dan Ia tetap jadi pembicaraan sekolah sebagai ratu lebah. Kalau dibuat kurva normal, mungkin dia yang menggeser poin jumlah kemadolan dalam satu sekolah, dari 0-15 menjadi 5-30. Okay, I’m confessed waktu itu juga saya juga salah satu yang kepingin ikut-ikutan madol, walaupun diluar kebiasaan tapi rasanya memang memberikan sensasi! Minimal hampir merasa disetarakan dengan geng sensasional (bandel) itu.

Kalau diingat lucu memang, stigma dulu sebagai remaja, yang kata para ahli psikolog adalah masa mencari jati diri, penuh pengaruh dari pihak luar sehingga tidak heran teman-teman SMA yang alim itu ikut-ikutan mencoba bandel dengan madol dari sekolah. Tapi kalau melihat fenomena sensasi yang kutipannya saya lihat tadi pagi sebelum ke kantor, sepertinya masa mencari jati diri dan mencari sensasi sudah jadi proses yang continous. Coba tengok sekitar Anda dan cari seorang yang memiliki aura selebritis (baca sensasional). Kalau disuruh memilih, saya agak bingung karena semua rekan di sekitar saya semuanya memancarkan aura selebritis yang berbeda. Persis seperti hewan yang mengeluarkan feromon untuk menarik pasangannya. Begitu juga manusia, semuanya mengeluarkan ‘feromon’nya sendiri, untuk menunjukan bahwa dirinya exist, setidaknya bagi peersnya. Di peers teman saya, bahkan salah satu teman paling pendiam pun sudah menjadi sensasi, Ia menjadi populer di kelompok sebagai si Paling Pendiam, yang selalu pasrah saja kalau dicela temanya.

Terkadang kita berlomba-lomba untuk menjadi sensasional. Tapi kalau menilik lagi dari definisi Sensasi tidak dijelaskan apakah ‘A Cause’ itu, tidak dijelaskan apa yang harus kita buat untuk menjadi ‘A Cause’ tersebut, tapi lebih dilihat dari resultnya, ‘A feeling or interest’. Berkaitan dengan perasaan dan interest, banyak dan variatif sekali yang bisa membuat semua manusia merasakan tertarik. Saya pribadi tertarik dengan good food! Jadi makanan yang enak barang tentu sangat sensasional buat saya!
Lain lagi teman saya, ia merasa tertarik jika melihat cowok berkacamata, jadi (hampir) semua cowok berkacamata menjadi sensasional baginya. Lain lagi dengan teman saya yang lain, Ia sangat excited dengan numbers, angka-angka itu menjadi sensasional baginya (bagi cewek yang naksir dia, silakan saja pakai baju yang dipenuhi dengan angka-angka, minimal dia pasti nengok!).
Semua manusia dan semua object, bisa menjadi ‘A Cause of such feeling or interest’, kalian secara pribadi adalah penyebab, dan tentu saja pasti ada banyak orang yang tertarik pada Anda, tidak perlu menjadi Dewi Persik dengan membuat gosip (sensasi).
Be Sensational!
(from February 2009 document)

Minggu, 23 Mei 2010

Women are Masochist!



Masochist digolongkan ke dalam suatu kelainan dimana manusia senang menyakiti dirinya sendiri, biasanya secara fisik. Entah itu dalam bentuk memukul-mukul diri sendiri, menyambuk diri sendiri. Sumtimes the divariasikan dalam bentuk yang agak 'kinky' sebagai variasi seksual misalnya perempuan yang suka diborgol atau dicambuk ketika berhubungan seks (ini mah karena kebanyakan nonton film xxx jadi tahu beginian yah haha...).


Kita seringkali mengejek orang itu Masochist karena menganggap hal itu negatif, but the truth is, sometimes i wonder, perempuan itu memang agak-agak kena Masochist sindrom, tapi tentu saja dengan kadar yang berbeda-beda yah.


I was inspired because my journey back on last Saturday, ke suatu tempat di area Pulo Raya. What did i do? Waxing!


Konon setelah browsing -browsing di internet, tersebutlah sebuah salon Waxing yang terkenal yaitu Narsih Salon. Di hari Sabtu lalu akhirnya meluncurkah aku dengan satu orang teman, Claudia yang ternyata langganan disini. Apa yang kami berdua wax itu off the record yah, silakan dibayangkan saja sendiri (hihihi...).

Pergi ke Narsih salon seperti serasa 'berjuang menuju ke tempat pembantaian'. Kenapa tidak? Pertama, rencana ke Narsih salon ini sudah tertunda selama 2 minggu sama Claudia. Sehingga di setiap Jumat-Jumat yang tertunda itu aku selalu merasa deg deg ser seperti sapi mau dibawa ke tempat pemotongan. Sampai pada hari Sabtu lalu, yang tadinya kita janjian jam 10.00, tertundalah jadi sampai jam 12.00. Setelah di malam sebelumnya rada-rada grogol mau 'dibantai' di hari Sabtunya penantian ditambah lagi 2 jam diluar ekspektasi.


Ciattt, akhirnya, berangkatlah kita ke jalan terpencil itu... Rumahnya persis terletak di turunan jalan Pulo Raya, dan karena bentuknya turunan....depan rumahnya banjirrrrrr!!! ehem...

Nyebur lah mobil ATOZ nya Claudia ke dalam banjir itu (demi dibantai) dan mencari parkir yang agak penuh karena di depan rumahnya itu juga banyak mobil-mobil yang ngerobok banjir (demi dibantai). Tapi, walaupun kita dapat parkir, yang membingungkan itu bagaimana jalannya ke rumahnya? Karena jalanan menuju sana itu banjir sebetis! Setelah bertanya sama Bapak tukang parkir, dia jawab begini,


"Gampang neng, pake sepatu boot, saya udah siapin nih!"..



Sepatu bootnya persis seperti ini!


Boot sih emang lagi ngetren, tapi serius loh pake boot kesana??? (demi dibantai).


Karena kita Masochist dan sudah siap dibantai, akhirnya ganti-gantianlah kita pake boot yang biasa dipakai untuk ngebersihin got itu...sempet aku ketawa-tawa mengejek Claudia karena bootnya matching sama warna bajunya. Haha....


Berhasilah kita menyebrangi lautan (untuk dibantai) dengan sepatu boot yang dalamnya berasa agak basah-basah dikit....huhuu...ga tau deh sudah kecelup berapa kaki baik yang mulus maupun agak gradakan ...


Sesampai disana, sudah ada beberapa cewe-cewe cakep yang sudah siap (untuk dibantai). Aku dan Claudia menunggu tidak begitu lama, paling juga 10 menit. Sempet kaget waktu nama aku dipanggil duluan, 'Segitu cepatnyakah?? (untuk dibantai)'
Akhirnya aku dibawa ke ruang belakang dan berlangsunglah proses itu.....










(beberapa wajah yang mengekspresikan bagaimana wajahku waktu itu).

Yes it hurts!


Aku sampai ngoceh dan nyampah di BB sama temanku walaupun dia tidak balas, demi untuk mengalihkan perhatian supaya tidak 100% ke 'proses kerja'nya.

Mamamiaaa....


But, will i do that again?


Hmmmm considering the results....YES!!!


Will u go through the hurts, the gregariousness, the confusion, the flood and the others 'the'?


YES, why?

You will struggle to face the process again, feel the pain and even pay for it (and sometimes tipping) for the painful experience again???


YEPPPPPPP!


Oh My...


kalau bukan Masochist apa artinya ini ya?


This is just one example of Masochism in women. Ungkapan Beauty is Pain memang betul adanya. Menjadi wanita seutuhnya untuk menjadi sosok ideal yang menjadi identitas diri (yang diakui keabsahan dan kewanitaannya oleh pria) membutuhkan 'modal' yang tidak sedikit, baik secara materiil, moril, mental.


Sebut saja beberapa proses yang sudah dijalankan wanita to 'enjoy' such pain untuk bisa diterima oleh kaum pria.


Waxing of course (Bayangkan Bikini Wax, jika Anda pernah menonton film Mel Gibson - What Women Want, adegan dimana dia mencoba waxing bulu kaki dan dia berteriak kesakitan, menurut aku waxing bulu kaki itu tidak sakit!),
Facial (apalagi kalau sedang jerawat bantet di hidung....huhu..),
Diet (ini siksaan yang lumayan berat, karena aku sangat suka makan, membatasi makan itu luar biasa beratnya)

Sedot Lemak (pernah lihat jarum untuk sedot lemak???),


Jarum untuk sedot lemak...hiiiiii!

Hair Extention (i really don't understand this. I feel that it's very gross to have another human hair added to our hair! Dan kita harus repot2 keramas dengan hati-hati banget!),

'Ironing' our hair (panasssssssssssss......!),
Pakai roll rambut (sampai kadang-kadang rela tidur rada 'terganggu' karena mengganjal dengan roll rambut ini),

Pakai stagen setelah melahirkan ( konon ada temanku yang setelah melahirkan pakai stagen selama 2 bulan full!!!!)
Wearing make up everyday (segitu saking terbiasanya, aku malah ngerasa lengket kalau tidak pakai bedak!)

Skin bleaching (pernah mengalami pengelotokan kulit dengan obat sehingga muka kita seperti ular? it's torturing man!)

Tato alis, tato bibir dan tato-tato lainnya di sekitar muka...(aww...tato badan aja rasanya sakit, bayangkan ini bibir! hiks..)

Melahirkan ... (tentu saja ini adalah ultimate perjuangan wanita. Diawali dengan 9 bulan mengandung yang diiringi oleh mood swing, appetizer swing, badan yang rasa dan bentuknya juga sama tidak enaknya, ngidam, dan proses pre melahirkan s/d post melahirkan yang sungguh sangat sakit dan melelahkan ...ini katanya, karena saya belum pernah hamil dan melahirkan.)


Yah, begitulah hidup wanita. Demi mendapatkan self image sebagai wanita sempurna yang seringkali di brain wash oleh iklan, artikel ataupun pendapat langsung/tidak langsung dari kaum Adam.



Yes, man, we do this for you.










Selasa, 04 Mei 2010

Why Shopping feels as good as Sex



People say, shopping is a healing process, terutama untuk wanita. And some of people also say that sex is also a healing process. Kedua kegiatan ini akan membuat anda lepas dari stress, karena anda akan mendapatkan kepuasan yang sebetulnya sulit dijabarkan dengan kata-kata.

Bagi sebagian besar pria, mungkin ketika ditanyakan which one is better, mereka akan prefer sex. Tapi untuk sebagian besar wanita, aku rasa akan cukup membingungkan, karena keduanya adalah stress releaser yang sama menariknya :)

So why does shopping feel so great for us, just like the same as sex :

1. It all started with a fantasy
Kita menghayal mau bergaya (fashion and sex) seperti apa... dan keinginan itu begitu memuncaknya sehingga sering kali kita bengong/bejo di siang bolong dan memiliki keinginan untuk mewujudkan imajinasi itu.

2. It is very tempting!
Dari kedua hal ini, terkadang kita berusaha sekeras mungkin untuk tidak menjadi adiksi. Tidak menjadi shopaholic atau sexaholic. Tapi semua hal yang dilarang itu terkadang sangat menggoda untuk dilewatkan bukan?

3. You will be very satisfied if it fits you.
Terkadang aku juga bete jika sedang fitting baju, bentuknya tidak pas, kekecilan atau kebesaran. So does with that thing, u will feel great if it fits you the best!

4. There will always be an updated style that u can try
Yes, fashion is about style and it's always updated. And yes, sex is also about style, u can find hundreds and thousand style from Kama Sutra and the others.

5. When u entering a new one for the first time, u will get new experience
Apalagi kalau masuk toko butik branded, rasanya deg-deg an gimana gitu...

6. Tentu saja it will be more pleasurable kalau diskon atau bahkan gratis!

7. Kita bisa mix and match sesuka kita, sesuai gaya dan kenyamanan kita sendiri.
8. You can have friends as an fashion advisor, as well as sex advisor.

9. Different country biasanya different style and even different size.

10. You can do it online right now!!! It's everywhere!
11. Tidak ada batasan waktu tertentu.
Sekarang selain di business hour, sudah ada midnight hour bahkan morning hour loh! (Midnight shopping, morning shopping).
12. You will feel sooooooooo satisfied kalau sudah berhasil dan keluar (dari toko).

Satu hal yang tidak bisa disamakan, atau sebetulnya bisa tapi tentu saja dengan ijin khusus :

Kamu bisa tukar-tukaran atribut fashion dengan teman,
tapi....

:)

Senin, 03 Mei 2010

There are no wrongs in ART


Kurang lebih dua bulan belakangan ini, aku sedang senanggggg sekali (mencoba-coba) melukis dengan oil painting.

Maklum amatir, jadi tolong jangan dihina dina ya kalau ada perilaku melukisku yang aneh!

Thank God aku terlahir di tengah keluarga yang sense of art nya cukup tinggi. Papi (alm) seorang dosen dan arsitek, dia sangat menyukai hal-hal yang berbau desain apalagi desain rumah suasana tropis. Mami seorang ibu rumah tangga yang super aktif di kegiatan sosial yang menurutku punya kreativitas di bidangnya sendiri (merangkai bunga, membuat makanan aneh-aneh, menata rumah, menjahit, menggunting rambut), hal-hal yang membutuhkan ketrampilan dan ide.

Bakat-bakat ini menurun di ketiga anak di keluargaku, termasuk aku. Mengutip kalimat yang dulu pernah kuucapkan sendiri,

"Kesenangan gue selalu menciptakan sesuatu (tulisan, gambar, bentuk-bentuk aneh -red). Hal itu jadi saja udah bikin gue seneng, gak perlu dinikmatin dan dikagumin orang lain. Kalau orang lain suka dengan karya gue, wah itu dobel senangnya."

So, akhirnya jadilah aku begini, sebetulnya masih seorang pekerja, namun masih seringkali mencari celah untuk berkreasi, tidak selalu bekerja menurut aturan, pedoman, KUP, SOP, and whatever they said it is.

Baru belakangan ini aku terinspirasi untuk melukis. Berawal dari ingatan bahwa si Papi dulu pernah membeli kanvas dan cat minyak untuk dirinya ketika dia sakit dan sudah tidak bisa bekerja lagi. Aku baru ingat sepertinya benda itu tidak pernah dipakai, ditambah lagi koleksi kuas cat banyak sekali di rumahku. Akhirnya pada suatu hari dengan agak merepotkan si Mami sedikit, aku ngoprek-ngoprek harta benda di rumah untuk mencari kanvas dan cat yang entah kemana itu.

Asyikk akhirnya diantara tumpukan-tumpukan barang debuan itu, ketemulah si kanvas yang sudah dekil en dekumel. Untungnya masih dilapis plastik. Hore akhirnya aku membawa kanvas, cat minyak dan kuas ke rumahku.

Datanglah hari-hari penuh pertimbangan 'Kapan yah enaknya melukis? Melukis itu butuh inspirasi....butuh waktu yang tenang...butuh mood yang baik....butuh kesungguhan...' (terlalu banyak berpikir, padahal mencoba mengoleskan kuas diatas kanvas saja belum pernah).

Akhirnya datanglah satu hari itu, hari disaat hubby sedang tidur siang karena kurang enak badan. That was my 'Aha' moment! Okay, this is it, this is the day aku akan melukis!
Akhirnya aku menyiapkan bahan-bahannya, kuas, cat, koran, kanvas. Mmmm...agak bingung kira-kira kanvasnya didirikan dimana ya? Biasanya kan kalau pelukis profesional mereka punya canvas stand, but i don't have it. Akhirnya dengan kreativitas tinggi, aku menggunakan bangku kayu yang agak tinggi dan disenderkan di tembok sebagai dudukan kanvas.

Aliran melukis yang sudah kupikirkan dari awal sebenarnya abstrak. Aku selalu suka lukisan abstrak. It's meaningless yet it's very meaningful. Banyak sekali persepsi yang bisa dibentuk. Jadi di lukisan pertama ini pun aku berencana untuk melukis dengan abstrak.

Berangkat dari ekspresi yang ingin 'menghidupkan hidupku', aku berpikir akan mengambil warna cerah! Aku akhirnya memilih cat warna kuning seperti kuning taksi sebagai warna latar. Dengan kuas besar di tangan, aku bersiap-siap untuk membuat campuran cat di palet. Oke, cat dituang di palet, terlalu kental, mari kita campur dengan air (logika standar orang yang pengalaman pakai cat air).

*syurrr* (suara air)

*aduk aduk...

*dugggg! (suara tangan menggebuk jidat sendiri, karena baru sadar, ini kan cat minyak, minyak tidak bisa menyatu dengan air!)

Terus terang mulai agak panik, dengan cairan apa aku harus menyatukannya? Oke coba kita gunakan tanpa cairan tambahan dulu ya. Akhirnya dengan kuas, aku mencoba menggunakan cat apa adanya untuk digoreskan ke kanvas. Tapi sangat-sangat kental dan aku berpikir kalau begini caranya 1 tube juga tidak akan cukup! Harus diencerkan berarti. Aku mencoba berpikir lagi, karena ini minyak, mungkin harus dicampur dengan minyak. One of the simplest and smart thinking that i had was :

MINYAK GORENG!

Yepp...this is the kind of Minyak Goreng that i added to my oil painting!

(aduh, aku sangat sangat malu kalau mengingat ini lagi. Bayangkan kalau nanti pada akhirnya, the great woman painter who held her own exhibition, started her first painting with minyak goreng! Yah boleh dong mimpi di siang bolong...).

Begitulah, akhirnya aku mencampur minyak ****** (sampai ga berani menyebutnya) dengan cat minyak. Horee berhasil, catnya menyatu! Dan dengan lancarnya aku mengulas kanvas dengan kuas plus cat minyak ****** itu. Berhasil! satu kanvas sudah kubaluri dengan kuning yang cantik.

Setelah warna latar selesai, aku melanjutkan dengan permainan warna. Warna yang kupilih adalah hijau terang. Dengan kuas baru, aku memoleskannya ke kanvas. Aduh! kok jadi menyatu gini sih warnanya :( Hijaunya jadi jelek dan tidak 'keluar'. Aku berpikir mungkin latarnya harus dikeringkan dulu. Yah, harus menunggu beberapa hari deh, padahal keinginan melukis sedang tinggi-tingginya. Jadi, kanvas kuning (dengan sedikit coretan hijau butek) itu aku diamkan saja dulu.

Sudah bisa dipastikan, setelah hubby bangun, aku diketawain karena lukisan itu bau minyak goreng. Dan harapan 'beberapa hari akan kering' itu pudar, karena setelah 1 minggu lebih dijemur di udara terbuka lukisan itu tidak kering-kering. Baru disaat itu aku sadar, pasti gara-gara minyak goreng!

Karena itulah akhirnya aku browsing mencari campuran cairan untuk oil painting. Baru akhirnya aku tahu kalau ada beberapa cairan seperti turpentine (yang katanya bau), dan di toko buku aku juga baru tahu ternyata ada cairan yang bisa memberikan berbagai macam efek. Akhirnya aku membeli oil painting untuk campuran cat.

Setelah ada oil painting itu, akhirnya aku me-retouch kembali lukisan 'gatot' itu. Latarnya aku lapis kembali dengan cat yang warnanya sama dan dengan campuran yang tepat. Dan akhirnya....tadaaaa...jadilah lukisan pertamaku! :)

My first cupu one, the titles that my fam & friends gave was :
1. Sisik Naga Hijau
2. Dikala Barong Numbuh Bisul
3. Bubur Kacang Ijo diatas Taburan Keju
4. Sisik Naga diatas Jerami
5. Pancaran Sinar Kiwi
6. Kursi 2 in 1 (dari sebelah mana, ndah?)
7. Bulu Ketek Bulukan

Cat minyakku...

Sisa-sisa perjuangan...

Lukisan kedua lumayan sudah tahu apa yang harus dilakukan, tapi kendala kedua itu adalah, bagaimana supaya setelah mewarnai latar, jika kita tiban dengan warna lain tidak akan pudar. Karena dengan 'genre' abstrak, aku mencoba mencampur warna diatas latar ungu, tapi warnanya jadi tidak begitu strong tone nya.

Namun akhirnya dengan keterbatasan itu jadi juga lukisan kedua!

My 2nd, beberapa judul yang dikasi fam & friends are :
1. Dikala Jerawat bikin pusing (ini judul dari aku sendiri haha)
2. Centre of Vertigo
3. Dart Board
4. Tujuan Akhir (to the focus)
5. Hipnotis Penipu Pria
6. Time Tunnel
7. Mosquito Trap (obat nyamuk)
8. Cap Jempol Pake Handyplast
9. Bra Madonna
10. Circle of Life

Setelah lukisan kedua, aku memutuskan untuk bertanya kepada orang yang lebih ahli mengenai teknik-tekniknya. Karena terus terang kendala aku mengenai melukis ini adalah teknik dasar, apakah benar jenis oil yang aku pakai, apakah betul kuasnya seperti ini, bagaimana supaya cepat kering, bagaimana mencampur warna, dll.

Setelah browsing, aku memutuskan mencoba ikut free trial di Hadiprana Art Centre Rawamangun. Berbekal kanvas baru dan palet baru, akhirnya datanglah aku ke tempatnya di Rawamangun ditemani hubby (yang mendukung aku walaupun dia sering menganggap art is really not his thing! haha).

Dijeburin lah aku di kelas yang isinya semuanya anak kecil. Aku gede sendiri, hehe. Tapi cuek saja, aku pikir yang penting coba dulu dan belajar. Ditemani oleh Mas Dwi dan Pak Yulianto, aku dibimbing untuk mencontoh sebuah lukisan. Lukisan yang aku pilih yang simple saja, sebuah lukisan tumbuhan bunga. Baru kali ini aku mencoba melukis yang ada bentuknya. Bentuk-bentuk lain macam-macam, ada pemandangan, gambar cewek, tapi tidak usah muluk-muluk aku pilih yang paling simple.

Sebenarnya yang Mas Dwi dan Pak Yulianto lakukan kebanyakan cuma membimbing aku. Sisanya, aku merasa mereka tidak membatasi. Karena menurut mereka, melukis itu tidak boleh takut salah. Setiap orang punya gaya sendiri, jadi tidak ada standar teknik baku. Jadi ketika aku tanyakan apakah ini betul atau salah, mereka selalu menjawab 'terserah' atau 'bisa saja'. Pesan 'Jangan takut salah' itulah yang selalu aku ingat, karena memang betul jika melukis kita sudah terpikir kepingin membuat ini itu, hasilnya akan menjadi lebih terkungkung dan tidak bebas.

Melukis tumbuh-tumbuhan bunga itu, aku diajari menarik garis dengan lebih luwes. 'Menabrak' aturan warna dasar dan tidak masalah kalau warna itu tercampur dengan tidak sengaja. Semua peralatan bisa digunakan untuk membuat lukisan. Pak Yulianto mengajari aku bagaimana kuas tidak perlu dipakai. Menggunakan tubenya langsung bisa menghasilkan bentuk yang lebih berani. Menggunakan kayu ujung kuas bisa membuat aksen yang lebih tegas. Tidak ada batasan kreativitas yang bisa dibuat.

Terlalu banyak hidup di dalam aturan, terus terang dalam 3 tahun belakangan ini, aku sudah agak terbiasa dengan ritme pola kerja kekaryawanan. Jam kerja, template report, SOP, KUP, peraturan, yang membentuk tingkah laku aku menjadi lebih terkotak-kotak. Sudah sangat lama aku lupa bagaimana melakukan sesuatu di luar kotak, di luar kebiasaan, tanpa batasan, tanpa takut salah, melakukan kesalahan yang ternyata bisa menjadi benar.

"Melukis itu pada awalnya hanya eksperimen, eksperimen untuk menemukan gaya kita sendiri. Jika sudah terbiasa, kita akan tahu apa gaya kita dan teruslah melakukan gaya itu."

Ucapan Pak Yulianto menyadarkan aku. Betul, memang kebebasan dan eksperimen itulah yang aku cari dan mengapa hal itulah yang menjadi dasar aku mulai melukis saat ini. Keseluruhan hidup yang aku jalani inilah yang merupakan 'lukisan' besarku. Tempat aku bereksperimen untuk menemukan jati diri. Kesalahan 'minyak goreng', kekhawatiran 'pemilihan kuas', kekecewaan 'lukisan yang lama kering', keengganan 'memulai lukisan baru' yang membuat kita hidup dalam keterbatasan. Padahal, tidak ada kesalahan yang diakui dalam 'lukisan' kita.

Mengutip kalimat seorang teman 'Karya seni tidak boleh dihakimi.', therefore...

....Aku ingin melukis dengan tegas....

-Paint it BOLD, my friend-

Btw, hasil lukisan 'bebas' yang diarahkan oleh Mas Dwi dan Pak Yulianto, akhirnya membuatku menelurkan karya yang lebih indah dan memiliki makna.

Walaupun masih pemula, kelihatan kan kalau ini gambar tumbuh-tumbuhan bunga? :)